Syarat
untuk mendapat negara yang baik, menurut berita al-Qur’an hanya dua, iman dan
Taqwa. (QS Al A’raf :96).
96.
Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman
dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami
siksa mereka disebabkan perbuatannya.
Dalam
ayat tersebut menggunakan kata, barakaat
yang maknanya banyak berkah. Dan berkah itu sudah ada, sudah siap, tinggal kita membuka. Tetapi kita terkadang mendustakan.
Kemudian kita menderita atas apa yang kita lakukankan, karena kita tidak bersyukur atas nikmat Allah SWT.
Ketika
Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, beliau sadar bahwa di kota ini, masyarakatnya
majemuk, ada Yahudi, Nasrani, Majusi, dan sekitar 70% orang Madinah masih
menyembah berhala. Juga terdiri bermacam-macam suku. Apa yang dilakukan
Rasulullah SAW menghadapi kemajemukan itu? Beliau mengundang seluruh elemen
masyarakat yang terdiri dari kepala suku dan tokoh agama untuk mengadakan
perjanjian. Inilah yang dikenal dengan Perjanjian
Madinah yang terdiri dari 47 pasal. Dalam perjanjian itu sebelum masuk
pasal perpasal, di atasnya ditulis
bismillahirrahmaanirahim dilanjutkan muqaddimah. Yang berbunyi : “Ini adalah
perjanjian antara Muhammad SAW yang mewakili umat Islam, baik umat Islam
Quraisy, maupun Madinah, bersama mereka yang bertemu hari ini, mengikuti
perjanjian ini dan menandatangani, menyepakati, bahwa semuanya adalah satu bangsa”. Ini artinya, bahwa Rasulullah SAW
memberi contoh kepada kita bahwa: Pertama,
sebuah bangsa butuh wadah yang namanya Negara, dan apa yang dilakukan
Rasulallah SAW adalah contoh bagaimana umat Islam berpolitik. Kedua, bahwa orang berbangsa menyatakan
satu bangsa, walaupun berbeda agama, suku, dan bahasa.
Dari
sinilah para ulama dan pakar politik menyatakan, bahwa Indonesia yang
berdasarkan pancasila dan UUD 45 ini, diyakini sama dengan model yang dibangun
oleh Rasulullah SAW di Madinah, maka mereka berani menyatakan bahwa bentuknya
sudah final. Adapun isinya, dibangun bersama baik dari segi hukum, politik dan hak-hak warga negara
dlsb.
Dengan
demikian hubungan politik dengan agama itu jelas, bahwa politik itu merupakan
instrument atau alat untuk mencapai suatu tujuan bernegara yang baik, yang pada
hakekatnya mencari ridha Allah
(lillah). Sama halnya dengan pendidikan, ekonomi, budaya dlsb.Tetapi kalau konsep awal ini dibalik. yakni alat dijadikan
tujuan dirubah menjadi tujuan dijadikan alat, ini akan menjadi problem.
Kalau
berbicara konsep Islam, memang tidak hanya berbicara pada urusan dunia semata,
tetapi segala urusan harus dikaitkan dengan masalah Akhirat. ( An Nisa’ : 59).
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#þqãYtB#uä
(#qãèÏÛr&
©!$#
(#qãèÏÛr&ur
tAqߧ9$#
Í<'ré&ur
ÍöDF{$#
óOä3ZÏB
(
bÎ*sù
÷Läêôãt»uZs?
Îû
&äóÓx«
çnrãsù
n<Î)
«!$#
ÉAqߧ9$#ur
bÎ)
÷LäêYä.
tbqãZÏB÷sè?
«!$$Î/
ÏQöquø9$#ur
ÌÅzFy$#
4
y7Ï9ºs
×öyz
ß`|¡ômr&ur
¸xÍrù's?
ÇÎÒÈ
59. Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian
jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.
Kata Ulil amri ada
yang menafsirkan hukumah (pemerintah). Ada juga yang menafsirkan gabungan antara
eksekutif, legislative dan yudikatif (pemerintahan, DPR dan pengadilan).
Makna dasar politik
adalah segala daya upaya orang untuk mewujudkan masyarakat yang baik. Namun
saat ini para ahli membatasi, makna politik dengan wujud upaya mencari kekuasaan
dalam berbangsa dan bernegara (exercise of power). Oleh sebab itu, jika politik
dimaknai mencari kekuasaan, maka terjadilah kondisi di mana tidak ada lawan dan
kawan yang abadi. Yang abadi ya kepentingan dan kekuasaan itu sendiri. Untuk
itu, yang melekat pada politik adalah terjadinya konflik. Sebabnya jumlah
kekuasaan sedikit, sementara yang menginginkan banyak
Pada
masa Khalifah Umar bin Khattab, ketika
beliau mengganti Muawiyah sebagai kepala daerah/gubernur di Syiria, ia sangat berhati-hati mencari
penggantinya.? Setiap kesalahan anak buah, tanggungjawab pertama ada di
pundakku? katanya. Waktu itu, Syiria merupakan kota modern, kaya penuh gemerlap
dan juga terkenal dengan pembangkangan penduduknya kepada penguasa. Akhirnya ia
memutuskan menunjuk Said bin Amir.
Ketika diminta
menduduki jabatan itu, Said tidak justeru bersenang hati apalagi mengadakan
tasyakuran, tapi justeru merasa sedih. ? Wahai Pemimpin Semua Kaum Mukmin (amirul mukminin), jangan hadapkan saya pada
jabatan penuh fitnah ini? katanya. Umar menjawab, ?Demi Allah, saya tidak akan
melepaskanmu. Apakah engkau tega membebankan kepemimpinan di pundakku, lalu
engkau meninggalkan aku sendirian?.
Akhirnya Said luluh dan bersedia
berangkat menjalani tugas ke Syiria sekalipun ia harus meninggalkan isterinya
yang cantik dan baru saja dinikah. Ujian pertama yang dihadapi Said ternyata
bukan dari rakyat yang dipimpinnya, tapi dari isterinya sendiri. Sang isteri
meminta dibelikan perabot rumah yang serba mewah dan diberi uang tabungan. ? Maafkan isteriku, semua gaji telah saya sedekahkan? kata Said yang kemudian
membuat isterinya menangis dan kecewa. Akhirnya Said bersyukur, ternyata sang isteri siap hidup sebagai isteri pejabat
tanpa sedikitpun kemewahan.
Sebagai kepala
negara, Umar melakukan inspeksi/sidak mendadak dan menemui
sejumlah penduduk Syiria yang sedang bergerombol. Dari interview singkat itu,
Umar menyimpulkan adanya empat protes mereka. Pertama, Said selalu berangkat kerja agak siang. Kedua, menolak
melayani masyarakat pada malam hari.Ketiga,
paling sedikit dua kali absen setiap bulan.Keempat,
beberapa kali pingsan ketika sedang bekerja.
Umar menunduk
sedih dan berbisik memohon kepada Allah, ?Wahai Allah, sejauh yang saya tahu,
Said adalah hambaMu yang terbaik. Mudah-mudahan firasatku tidak meleset?.
Sebagai pemimpin yang bijak, ia menghargai para pengritik/rakyat syiria itu
akan tetapi Umar juga tidak gegabah menjatuhkan sanksi. Maka ia meminta
klarifikasi Said.
Inilah
beberapa penjelasan Said dan saya yakin para jamaah ikut haru dan bangga
kepadanya. Pertama, mengapa saya berangkat kerja agak siang?. Demi Allah,
sebenarnya saya malu menjelaskan hal ini kepada siapapun. Namun apa boleh buat.
Saya tidak mempunyai pembantu. Sayalah yang mengaduk tepung dan membiarkannya
sampai mengeram. Lalu saya membuat roti, shalat Dluha dan baru keluar rumah.
?Alhamdulillah? kata Umar dengan lirih. Kedua, mengapa menolak melayani
masyarakat malam hari?. Siang hari saya sediakan waktu sepenuhnya untuk mereka,
sedangkan malam hari saya khususkan untuk Allah. Ketiga, mengapa saya absen dua
kali setiap bulan? Saya mencuci baju dan menunggu sampai kering untuk dipakai
lagi karena hanya itu yang saya miliki. Keempat, mengapa kadangkala saya
pingsan?. Ini terkait sejarah masa lalu ketika saya belum masuk Islam. Suatu
saat, saya melihat sahabat Nabi, Hubaib al-Anshari disiksa orang kafir.
Ketika ditanya, ?Bagaimana jika kamu saya lepas, tapi nabimu kau bawa kemari
untuk menggantikanmu?, Hubaib menjawab lantang, ?Saya tidak rela nabiku terkena
sakit sedikitpun, walau hanya tusukan duri?. Saat itulah saya menyaksikan
Hubaib dipotong-potong tubuhnya. Saya diam berpangku tangan, tidak mengulurkan
pertolongan sedikitpun. Said bercerita dengan membiarkan bibirnya basah oleh
air mata yang suci dari jiwa yang shalih. ?Setiap kali saya teringat kejadian
itu, tubuhku gemetar dan lunglai. Saya takut siksa Allah? .Umar mendengarkan
dengan haru. Beliau bersyukur pilihannya benar, lalu merangkul serta mencium
kening Said yang penuh sinar kesalehan itu.
Begitulah cara
Umar bin Khattab memilih pejabat publik. Pertimbangan utamanya adalah profesionalitas dan spiritualitas.
Tidak berdasar atas lobi-lobi dan politik dagang sapi, apalagi politik uang, lebih-lebih atas dasar hubungan
kekeluargaan. Tidak semata-mata mempertimbangkan kecerdasan seseorang. Untuk
apa orang cerdas kalau ternyata tukang kuras terhadap kekayaan negara. Untuk
apa menunjuk orang dengan deretan gelar, kalau ternyata hanya bermulut besar.
Memperbaiki SDM yang kurang terampil lebih mudah daripada memperbaiki SDM yang
kurang berakhlak. Negara kita amat membutuhkan SDM yang cerdas, siap bekerja
keras, dan memiliki integritas. Kemimpinan Umar bin Khattab dan Said bin Amir
telah memberikan atmosfir rakyatnya untuk selalu kritis terhadap jalannya
pemerintahan dan kepemimpinan pejabat publik. Said bin Amir, gubernur di propinsi Khoms, Syiria memberi tauladan
hidup sederhana, tidak tunduk pada isteri yang boros dan konsumtif.
Nah, kita mengandai
beliau (Said bin Amir) hidup kembali sebentar saja, ia tentu pingsan
mendengar sejumlah pejabat di republik ini memiliki rekening puluhan milyar.
Apalagi jika Said bin Amir mendengar ada orang terhormat pergi umrah ke tanah
suci, dengan biaya hasil mencuri.
Syukur Menjadi Bangsa Indonesia
Negara
Indonesia tercinta, diberi rahmat oleh Allah SWT menjadi negara paling indah di
dunia. Negara paling makmur di dunia.
Ada
ayat Al-Qur’an yang ilustrasinya seperti negara Indonesia, yakni surah An Nahl
: 112.
z>uÑur ª!$# WxsWtB Zptös% ôMtR$2 ZpoYÏB#uä Zp¨ZͳyJôÜB $ygÏ?ù't $ygè%øÍ #Yxîu `ÏiB Èe@ä. 5b%s3tB ôNtxÿx6sù ÉOãè÷Rr'Î/ «!$# $ygs%ºsr'sù ª!$# }¨$t6Ï9 Æíqàfø9$# Å$öqyø9$#ur $yJÎ/ (#qçR$2 cqãèuZóÁt ÇÊÊËÈ
112. dan Allah telah membuat suatu perumpamaan
(dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang
kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari
nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian[841]
kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.
[841]
Maksudnya: kelaparan dan ketakutan itu meliputi mereka seperti halnya pakaian
meliputi tubuh mereka.
Bentuk kekafiran/pengingkaran
itu misalnya, kita tidak bangga dengan
yang diberi oleh Allah kepada kita. Tidak terima kasih yang Allah berikan
kepada kita. Kita lebih senang menjadi orang lain. Kita hidup mencontoh orang
lain. bahkan budaya local yang menjadi ciri khas
bangsa hilang dengan meniru budaya bangsa lain. yang diterapkan semua mencontoh orang lain.
Akhirnya kita tidak bisa menjadi orang lain, dan tidak bisa menjadi diri kita
sendiri. Kita menjadi orang yang
kehilangan jati diri. Mengapa seperti itu? karena para pemimpin. Kalau
pemimpinnya saja tidak cinta terhadap bangsannya sendiri, bagaimana rakyatnya?
Karena mereka jauh dari Allah SWT. Kalau
mereka ingat kepada Allah, mereka ingat yaumil jazaa’, di mana setiap
perbuatan, akan dihitung. ( QS Al Kahfi : 49).
49. dan diletakkanlah
Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang
(tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka Kami, kitab
Apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar,
melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka
kerjakan ada (tertulis). dan Tuhanmu tidak Menganiaya seorang juapun".
Orang yang kaya bukanlah orang yang memiliki segalanya. Orang yang kaya itu orang yang tidak bergantung hidupnya kepada orang lain. Tetapi bergantung dan berlindung hanyak kepada Allah SWT. Hasbiyallahu wani’mal wakiil (cukup bagiku Allah sebagai pelindung). Andai kita mau mengatur ekonomi di negeri sendiri, andai asset-asset negara dari Sabang sampai ke Merauke dimiliki oleh orang Indonesia, maka tidak ada seorangpun yang miskin di Indonesia.
Sebanyak
85% asset ekonomi kita melayang dimiliki orang-orang asing. Bahkan, kalau kita
diembargo, kita akan kesulitan, karena
air kita 80% asing. Garam diimpor, gula juga diimpor, kedelai dan jagung juga
diimpor.
Allah
memberi kita kekayaan SDA yang
luar biasa. Hutan kita paling kaya di dunia. Sayur-mayur kita paling kaya di
dunia. Buah-buahan kita paling kaya di dunia. Laut kita paling kaya di dunia.
Siput kita paling kaya di dunia. Bahkan katanya pemerintah akan menjadikan
udang menjadi komoditas unggulan.
Kenapa
Jepang maju karena industry? Karena mereka tidak punya apapun kecuali industry,
sehingga mereka harus mengarah ke situ. Tetapi kita punya banyak, lebih banyak
dari yang mereka punya. Andai pada suatu saat ada embargo di dunia ini, setiap
negara hidup sendiri-sendiri, maka kitalah yang akan paling bertahan.
Negara-negara industry akan mati paling awal. Karena yang mereka andalkan
produk industrinya, sehinga kalau mereka tidak punya makanan, tidak akan bisa
makan televise buatannya, mobil buatannya. Sementara kita, kita punya pisang,
manggga dlsb. kita jual itu, kalau tidak laku, kita makan sendiri.
Oleh
karena itu, momentum pemilihan Umum tahun 2014 ini, kita bisa mencari
calon-calon yang professional dan amanah. Bangga dengan Indonesia dan berusaha mengambangkan
potensi SDM dan SDA yang ada secara mendiri.
Satu
pilihan bagi kita, pada tanggal 9 April2014, menentukan masa depan Negara ini.
Dan menjadi kewajiban bagi seluruh rakyat untuk menentukan suaranya.
Kita
yakin, selagi iman dan takwa ada pada diri kita dan pemimpin bangsa. Kesederhanaan
dan kesungguhan para pemimpin kita mengatur rakyatnya, Suatu saat nanti Negara
ini menjadi Negara yang kaya, rakyatnya bahagia dan negaranya makmur disegani
oleh Negara lain. Mudah-mudahan negara kita bisa menjadi baldatun thoyyibatun wa
robbun ghofuur. Amien,
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ
مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ
لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.