Selasa, 07 Juli 2015

Mereka Yang Sukses dalam Ramadhan



Mereka yang sukses dalam Ramdhan by. Mulyadi
                Ketika Ramadhan akan tiba, Rasulullah SAW dan para sahabat menyambutnya dengan sangat gembira laksana tamu istimewa. Dalam kontek kita saat ini, bagaimana perasaan kita jika ada seorang tamu yang anda cintai bermaksud akan mengunjungi dan tinggal besama anda selama beberapa hari ? Tak diragukan lagi betapa bahagianya kita mendengar kabar ini dan sedapat mungkin anda akan mempersiapkan rumah kita, membersihkannya dan menyiapkan acara dan makanan-minuman yang menarik.
                Nah, bagaimana jika tamu itu bukan saja kita cintai, akan tetapi juga dicintai dan dimuliakan Allah dan rasul-Nya serta seluruh umat muslim. Sudahkah terbayang oleh kita siapa tamu yang luar biasa ini, selama sebulan penuh, siang dan malam, membawa kebaikan dan keberkahan. Dialah bulan Ramadhan : bulan mulia, bulan dimana al-Quran diturunkan, bulan shiyam, bulan qiyamullail, bulan berhias tahajud, bulan segala do’a dan taubat dikabulkan, bulan penuh kesabaran, bulan pengendalian diri, bulan dimana pahala dan ampunan Allah diobral semurah mungkin, bulan dimana pintu neraka ditutup dan pintu surga dibuka selebar-lebarnya, bulan dimana para syaitan dibelenggu, bulan dimana amal kebaikan dilipatgandakan, bulan dimana didalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan (lailatul qadr), bulan dimana dengan berpuasa badan kita tambah sehat, bulan penuh kegembiraan serta bulan diberinya rezki berlimpah dan penuh ketaqwaan.
                Berdasarkan Al-Qur’an dan Al Hadits, para ulama berbeda hitungan dalam menghitung jumlah “Rahasia Keberkahan Puasa Ramadhan”. Di antaranya ada yang berpendapat sepuluh, lima belas macam. Dan menurut DR Yusuf Qardlowi ada 5 (lima) macam secara garis besar. Oleh karena itu, Pendidikan akan keberkahan Ramadhan ini, menjadi tujuan dari di syariatkan puasa Ramadhan.
JSJ rh. Dalam Surat Al-Baqorah : 183, Allah berfirman :
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ  
183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
                Dalam ayat tersebut, kata “takwa”, menggunakan fi’il mudhari’, yang berarti ketakwaan itu harus hadir di setiap saat (makna Hal)  bahkan akan datang (istiqbal). Para ulama memberikan ciri, bahwa mereka yang sukses dlm Ramdahan adalah bila indikator ketakwaan tersebut muncul dan tercermin dalam sikap mereka setelah Ramadhan. Apakah bertahan atau meningkat, atau sebaliknya?.
                Rahasia keberkahan Ramadhan, sudah pasti ada dan bagi mereka yang bersungguh-sungguh dan niat ikhlas karena Allah akan memperolehnya. Tetapi pada pembahasan ini, kita fokuskan pada kata “Takwa” diatas. Bahwa mereka yang sukses dalam Ramadhan tidak hanya setelah Ramadhan tetapi sejauh mana pelaksanaan ibadah puasa selama satu bulan tersebut. Apakah telah dilaksanakn dengan serius dan niat yang benar ?
Ada dua hal yang perlu kami sampaikan dalam kajian ini :
Pertama : syariat Ibadah puasa itu sendiri : Segala ibadah dalam Islam merupakan wasilah (sarana) bukan ghayah (tujuan), maka segala ibadah yang kita kerjakan hanyalah sebagai sarana untuk meluruskan akhlak, mendidik diri untuk mengobati penyakit kejiwaan dan kemasyarakatan kita.
                Begitu juga, puasa Ramadhan bukan sekedar menahan diri dari makan dan minum, sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Tetapi memiliki tujuan yang jauh dari itu, yaitu memndidik jiwa, membiasakan manusia mangalahkan hawa nafsunya, supanya menjadi manusia yang kuat, sanggup mengatasi perasaan2 hati yang mendorong berbuat salah dan menghadapi segala sesuatu dengan sabar.
Dalam Islam, ibadah mempunyai 2 tujuan asasi/fundamental yaitu :
Pertama, tujuan dekat (hablum min annaas) : yaitu membiarkan manusia bertarung dlam hidup ini, baik untuk dirinya, masyarakatnya dan alam semuanya. Dia hidup bukan untuk makan dan minum, dia berniaga bukan untuk mengumpulkan harta dan menguasai masyarakat tetapi : agar dia menjadi penolong kebajikan dalam menghadapi kejahatan dan penolong hak dalam kebathilan. Baik bagi dirinya, orang laian maupun alam. Inilah tugas ibadah, mempersiapakan  dan mendidik manusia  sebagai khalifah fil ard.(khalifah dimuka bumi ini).
                Oleh karena itu, melaksanakan ibadah bukan hy memerhatikan bentuk dhahirnya saja, tetapi yang diperlukan adalah keseriusan/niat dan amal yang maksimal dalam  mendapatkan ridho Allah. Rasulullah bersabda :


Berapa byk orang yang beribadah malam, tidak ada baginya dr ibadah malamnya, selain hanya berjaga malam, dan banyak orang yang berpuasa tidak diperoleh dari puasanya terkecuali hanya lapar dan dahaga.
Kedua, tujuan Jauh (hablum min allah) : percaya akidah Islam, menjalankan ibadah dan falsafahnya adalah tahapan menuju pada kesempurnaan ruh manusia yang tidak berakhir dengan kematian dan batas-batas dunia ini. Ibadah suatu usaha dan jalan menghubungkan ruh dengan Allah yang menciptakan kehidupan ini, jalan untuk mendorong manusia memperoleh kesempurnaan dalam kebajikan, kebenaran, keindahan dan kekuatan. Dengan beribadah puasa, kita melepaskan diri dari tunduk kepada kemauan tubuh, menerima hukum Allah serta menentang adat kebiasaan.
                Maka karena pemahaman ibadah seperti itulah,  para sahabat  serta ulama salaf, telah mencapai kesempurnaan dalam kehidupan. 
Kedua : Di antara rahasia keberkahan puasa Ramadhan yang diharapkan manusia adalah Diampuni semua dosa-dosa yang terdahulu.
                Adakah orang yang berani mengatakan bahwa dirinya tidak pernah berbuat dosa? Atau tidak pernah melanggar larangan Allah dan tidak pernah meniggalkan perintahNya? Seberapa besar dosa-dosa yang terampuni setelah melaksanakan puasa Ramadhan ? dan seberapa pula sisanya? Dengan puasa Ramadhan mungkinkan dosa-dosa yang segudang telah terampuni semua atau sebaliknya? Apakah kita termasuk yang sukses dalam bulan Ramdhan? Semua pertanyaan itu tidak akan bisa dijawab oleh manusia, hanya Allah SWT yang mengetahui dan ini menjadi “Rahasia Allah”, sebagaimana firmanNya dalam hadist qudsi : Ashoumu lii wa ana ajza bihi (Puasa itu urusanKu dan Aku akan menilainya (memberi pahala).
                JSJ rh. Mungkinkah ada dosa terdahulu yang tidak terampuni? Tentu dapat terjadi sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Al Hakim dari Abu Hurairah RA. Rasulullah SAW bersabda : Kam min shooimin laisa lahu min shiyaamihi illal juu’I wal ‘athosi. (Betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak memperoleh apapun kecuali mendapat rasa lapar dan dahaga).
                Kerahasiaan berkah puasa Ramadhan ini mengandung maksud agar bersungguh-sungguh dalam menjalankan puasa. Karena dengan bersungguh-sungguh ampunan Allah SWT akan diperoleh. Dosa akan mengotori batin seseorang, semakin banyak dosa yang dikumpulkan semakin tebal pula kotoran yang melekat di dalam batin seseorang, Puasa Ramadhan adalah pembersihnya. Ibarat “cermin berdebu” semakin tebal debu menempel, semakin gelap pula cermin dibuatnya. Akan tetapi, apalagi debu-debu itu dibersihkan, maka akan menjadi bersih, bening dan berkilau kembali, sehingga bayang-bayangnya akan menjadi tampak jelas terlihat. Begitu pula batin kita, ia akan menjadi bersih apabila kotoran yang berupa dosa-dosa telah diampuni, terpancar pada wajah dan sikap tingkah laku seseorang.
                Puasa merupakan perbuatan ibadah ruhiyah. Hanya dia dan Allah SWT yang tahu. Karena itu, niat adalah merupakan satu-satunya tolok ukur, apakah puasa itu bernilai sebagai ibadah, atau hanya mendapatkan lapar dan dahaga. Maka, berbahagialah bagi kita umat Islam yang mampu meluruskan dan memurnikan niat. Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang berpuasa di bulan suci Ramadhan didasari dengan iman dan niat yang ikhlas karena Allah semata, maka dia akan mendapat ampunan dari Allah dari dosa yang telah dilakukan”.
                Amalan yang penting yang harus dipersiapkan menata hati dengan niat yang ikhlas. Rasulullah SAW bersabda : innamal a’maalu bin niyaat wa innamaa likullim riin maa nawaa (segala sesuatu perbuatan, tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap perkara hanya sesuai dengan niatnya).
JSJ ra. Kembali kepada kata “takwa”, mungkinkah kita mendapatkan sebutan muttaqien, diakhir Ramdhan ini, bila kita selama Ramadhan tidak ada niat serius dan menyiapkan waktu dan tenaga untuk beribadah, memulyakan bulan ini. Bisakah kita dikatakan Sukses, kalau kita hanya mengakui saja kemulyaan dan keberkahan Ramdahan, tanpa melakukan perbuatan. Dengan berpuasa kita insaf/bertoubat kepada Allah, bukan karena diperintah orang lain jika kita insaf, kita merasa berhubungan dengan Allah, dididik oleh Allah selama satu bulan penuh ini, Tidak ada seseorang yang mendapatkan kemulyaan di bulan Ramadhan, kecuali mereka yang mengagungkan Ramadhan itu sendiri. Akhirnya semoga KINI dan NANTI kita menjadi MUTTAQIEN. Idul Fitri kita merayakan kesucian kita, dengan semangat baru, akhlak baru dan kesempurnaan dalam beragama dan menjalani kehidupan ini.